Thursday 9 December 2010

Keutamaan Puasa dan Kekeliruan di Bulan Muharram





Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib (lima waktu) adalah shalat malam.“[1].


Hadits yang mulia ini menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan Muharram, bahkan puasa di bulan ini lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya, setelah bulan Ramadhan[2].


Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:


*) Puasa yang paling utama dilakukan pada bulan Muharram adalah puasa ‘Aasyuura’ (puasa pada tanggal 10 Muharram), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya dan memerintahkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum untuk melakukannya[3], dan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang keutamaannya beliau bersabda,


يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Puasa ini menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu“[4].


*) Lebih utama lagi jika puasa tanggal 10 Muharram digandengankan dengan puasa tanggal 9 Muharram, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disampaikan kepada beliau bahwa tanggal 10 Muharram adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashrani, maka beliau bersabda,


فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Kalau aku masih hidup tahun depan, maka sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram (bersama 10 Muharram).” [5]


*) Adapun hadits,


صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً

“Berpuasalah pada hari ‘Aasyuura’ dan selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“[6],

maka hadits ini lemah sanadnya dan tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dianjurkannya berpuasa pada tanggal 11 Muharram[7].


*) Sebagian ulama ada yang berpendapat di-makruh-kannya (tidak disukainya) berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, karena menyerupai orang-orang Yahudi, tapi ulama lain membolehkannya meskipun pahalanya tidak sesempurna jika digandengkan dengan puasa sehari sebelumnya[8].


*) Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan puasa tanggal 10 Muharram adalah karena pada hari itulah Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Musa álaihis salam dan umatnya, serta menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, maka Nabi Musa ‘alaihis salam pun berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada-Nya, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu karena alasan ini, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ

“Kita lebih berhak (untuk mengikuti) Nabi Musa ‘alaihis salam daripada mereka“[9].


Kemudian untuk menyelisihi perbuatan orang-orang Yahudi, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram[10].


*) Hadits ini juga menunjukkan bahwa shalat malam adalah shalat yang paling besar keutamaannya setelah shalat wajib yang lima waktu[11].


***


Penulis: Ustadz Abdullah Taslim Al Buthoni, M.A. Artikel www.muslim.or.id

[1] HSR Muslim (no. 1163).

[2] Lihat keterangan Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhis Shalihin (3/341).

[3] Dalam HSR al-Bukhari (no. 1900) dan Muslim (1130).

[4] HSR Muslim (no. 1162).

[5] HSR Muslim (no. 1134).

[6] HR Ahmad (1/241), al-Baihaqi (no. 8189) dll, dalam sanadnya ada perawi yang bernama Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila, dan dia sangat buruk hafalannya (lihat Taqriibut Tahdziib hal. 493). Oleh karena itu syaikh al-Albani menyatakan hadits ini lemah dalam Dha’iful Jaami’ (no. 3506).

[7] Lihat kitab Bahjatun Nazhirin (2/385).

[8] Lihat keterangan Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam as-Syarhul Mumti’ (3/101-102).

[9] Semua ini disebutkan dalam HSR al-Bukhari (3216) dan Muslim (1130).

[10] Lihat keterangan syaikh Muhammad al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhis Shalihin (3/412).

[11] Lihat kitab Bahjatun Nazhirin (2/329). 


Dikutip dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=467211174422

Sebuah Cerita Berjuta Makna

BAGAIMANA SETAN BERDAKWAH




(STRATEGI SETAN MENYESATKAN MANUSIA)

Setan menggunakan strategi bertingkat baik isi maupun metode dakwahnya. Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah menyebutkan ada enam tahapan yang dilalui perjalanan dakwah setan.

Tahap pertama
Pengkafiran atau pemusyirikan manusia. Jika yang didakwahi itu dari kalangan muslimin, maka setan akan melangkah ketahapan dakwah berikutnya.

Tahap kedua
Pembid’ahan. Yaitu menjadikan menusia sebagai Ahlul bid’ah. Seandainya yang diajak dari kalangan Ahli Sunnah, maka dimulailah tahap ketiga.

Tahap ketiga
Pemerangkapan manusia dengan dosa-dosa besar. Jika manusia dilindungi oleh Allah dari melakukan dosa-dosa besar, setan tidak putus asa, untuk terus menggoda.

Tahap keempat
Pemerangkapan manusia dengan dosa-dosa kecil.Jika manusia selamat dari dosa-dosa kecil setan melangkah ketahap yang lain.

Tahap kelima
Penyibukan manusia dalam masalah-masalah yang mubah (boleh), sehingga orang itu menghabiskan waktunya untuk hal yang mubah, tidak sibuk dalam hal yang berpahala, yang kita semua diperintahkan untuk mengamalkannya.

Tahap keenam
Penyibukan manusia dalam urusan-urusan sepele sehingga ia tinggalkan persoalan-persoalan yang lebih penting dan yang lebih baik. Misalnya, sibuk dengan amalan sunnah, meninggalkan amalan wajib .

Jerat-jerat setan itu tidak terhitung jumlahnya. Diantaranya:

A. mengadu domba sesama muslim dan buruk sangka
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori Rasulullah bersabda : " Sesungguhnya iblis telah putus asa untuk disembah oleh orang-orang yang sholeh, tetapi ia berusaha mengadu domba di antara mereka."

Yakni setan menyebarkan permusuhan, kebencian dan fitnah di antara mereka.

Buruk sangka itu biasanya datangnya dari setan, sebagaimana hadist Shafiyyah binti Huyay [istri Rasulullah] bekata : "Ketika Rasulullah sedang beri’tikaf di masjid, saya mendatanginya di suatu malam dan bercerita. Kemudia saya pulang diantar beliau. Ada dua orang anshor berjalan dan ketika keduanya melihat Rasulullah mereka mempercepat jalannya, rasululah berkata: "Pelan-pelanlah. Dia itu Safiyah binti Huyay". Mereka berkata: Maha suci Allah , Rasulullah!" Rasulullah bersabda . "Sesungguhnya setan berjalan di tubuh anak adam pada peredaran darah, aku khawatir setan itu melontarkan kejahatan di hati kamu berdua , sehingga timbul prasangka yang buruk." (Bukhori 4:240,Muslim 2174-2175)


Setan itu suka mengadu domba antar sesama kita sebagaimana dijelaskan oleh hadist yang diriwayatkan Sulaiman bin Sird, Ia berkata: "Saya pernah duduk bersama Rasulullah di sana ada dua orang yang sedang saling mencaci. Salah satu dari keduanya wajahnya merah dan ototnya mengeras karena marah."Rasulullah besabda : " Akan aku ajarkan satu kalimat yang dapat menghilangkan marah ketika diucapkan. Seandainya dia mengucapkan: "Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk", maka hilanglah marahnya." (Bukhori 10:431)


B. Menghiasi Bid’ah bagi manusia
Setan mendatangi manusia dengan mengatakan bahwa bid’ah itu sesuatu yang indah seraya mengatakan: "Sesungguhnya manusia di zaman ini sudah meninggalkan ibadah dan sulit dikembalikan. Mengapa kita tidak mengerjakan sebagian peribadahan lalu kita bagus-baguskan dengan tambahan dari kita agar manusia mau kembali beribadah?". Kadang-kadang setan mendatangi dengan cara penambahan terhadap ibadah yang ada dalam sunnah rasulullah. Lau berkata , "tambahan kebaikan tentu merupakan kebaikan juga. Maka tambahlah dalam sunnah tersebut suatu bentuk ibadah yang mirip dengan sunnah , atau sandarkan ibadah baru pada sunnah tersebut."


Sebagian manusia lain didatangi dengan bujukan, "Sesungguhnya manusia sudah jauh dari Dien ini, mengapa tidak kita buat hadist-hadist yang dapat menakut-nakuti mereka ?"…Maka orang-orang mengarang hadist palsu yang disandarkan pada Rasulullah sambil berdalih, "kami memang berdusta , namun kami bukan berdusta menentang Rasulullah saw melainkan berdusta dalam rangka membela beliau?!"

Mereka berdusta membela Rasulullah ???!! Dikaranglah oleh mereka hadist untuk menakut-nakuti manusia dari neraka, memberikan manusia gambaran dengan cara-cara aneh. Demikian pula mereka menggambarkan surga dengan cara aneh pula!

Kita menegetahui bahwa ibadah itu adalah taufiqiyah, yaitu mengambilnya dari Rasulullah sebagaimana petunjuk Allah yang datang kepada beliau, tidak boleh kita tambahi atau kita kurangi. Kelakuan yang mereka lakukan itu adalah bid’ah dari karangan setan.

C. Membesar-besarkan satu aspek atas aspek lainnya
Kadang seseorang terjatuh pada banyak dossa-dosa dan maksiat, namun dia tetap sholat sebagai alasan penutup kekurangannya itu. Dia berdalih bahwa shalat itu adalah ‘imaadud-dien (tiang agama), yang pertama kali di Hisab di Hari Perhitungan (Akhrat), maka tidak mengapa dirinya jatuh dalam sebagian maksiat.

Dia menjadikan sesuatu yang paling agung, untuk menghalalkan kekurangannya dalam ibadah-ibadah lain. Dibesar-besarkanya urusan shalat atas lainnya.!

Benar bahwa shalat adalah ‘imadud-dien, namun bukan keseluruhan kandungan Dien ini! Setanlah yang mendatangi orang ini untuk menghalalkan kekuragan dirinya!

Kadang setangpun mendatangi seorang manusia lain untuk mengatakan, "Dien ini adalah muamalah (pergaulan/akhlak yang baik)…. Yang paling penting kamu baik terhadap manusia jangan mendustai atau menipu mereka walaupun kamu tidak shalat, bukankah Rasulullah bersabda : "Bahwa Dien ini adalah muamlaah ‘?"

Kadang didatanginya seorang lain dengan bujukan , "yang paling penting adalah berniat baik!Asal aku lalui waktu malamku tanpa menyimpan dengki dan kebencian pada manusia, cukuplah sudah .’Akhirnya orang tersebut meninggalkan banyak amalan-amalan shaleh, mencukupkan diri dengan niat baik saja!

Demikian pula dalam tataran kelompok ketika kamu lihat segolongan orang berkata:

"Hal terpenting adalah kita harus mengenal keadaan riil kaum muslimin dan keadaan musuh-musuh mereka. Dengan demikian hal paling penting adalah masalah-masalah politis. Kita hidup di zaman orang-orang berdasi dan berdiplomasi bukan di zamannya arab padang pasir"


Demikianlah pendukung kelompok ini mengetahui segala hal tentang Komunisme, Free masonry, bahaiah, Qadiyaniah,dll. Kemudian kamu Tanya tentang islam mereka tidak aham sedikitpun!

Sebaliknya dari kelompok tadi, ada kelompok yang membesar-besarkan masalah peribadatan. Mereka berpendapat, "Hal terpenting adalah hubunganmu kepada Allah, yaitu shalat. Kamupun harus zuhud dan bertaqwa, lemparkan urusan-urusan lain, selain aspek-aspek keruhanianmu!"

Datang pula kelompok lain , yang benar-benar ada dalam medan dakwah islam sekarang , dengan pendapat, "Hal paling penting adalah menyatukan barisan kaum muslimin. Allah Azza wajalla berfirman yang artinya; "Dan berpeganglah kepada tali (agama) Allah, secara bersama-sama, dan janganlah kalian bercerai-berai."(Q.S. Ali ‘Imran:103).


Mereka menjadikan persatuan hal paling penting walaupun dibandingkan masalah aqidah! Mereka berbicara kepada manusia yang beraqidah meyelisihi aqidah kita, mengklaim bahwa kita harus bersatu, karena kita sekarang berada di zaman berkuasanya musuh-musuh atas kita! Memang benar kita harus bersatu, namun persatuan di atas asas-asas, bersatu di atas Dien. Bukan bersatu dalam kekacauan an perbedaan aqidah.

D. Menunda-nunda dan tergesa-gesa
Imam ibnul jauzi dalam buku "Talbis iblis" berkata, "betapa banyak orang yang bertekad teguh, dibuat menanti-nanti", yaitu dibuat berkata "nanti saja" oleh setan. Ibnul Jauzi melanjutkan, "betapa banyak pula yang berusaha untuk berbuat baik dipengaruhi setan untuk menunda-nundanya."

E. Kesempurnaan semu
Setan mendatangi manusia untuk menjadikannya merasa sempurna, dengan berkata "kamu lebih baik dari orang lain. Kamu melakukan shalat, sementara orang lain banyak yang tidak shalat." Kamu diarahkan setan agar memperhatikan orang-orang yang ada di bawahmu dalam beramal shaleh, untuk mencegahmu dari beramal lebih baik. Karena kamu sudah melihat dirimu sebagai manusia paling utama!

Padahal yang dituntut dari kita adalah sebaliknya, yaitu kamu perhatikan orang yang puasa sunat Senin dan Kamis ketika kamu tidak melakukannya, atau perhatikan Fulan yang melakukan amalan-amalan sunat ketika kamu belum melakukannya. Inilah yang dituntut darimu, yaitu melihat orang yang lebih darimu dalam amal shaleh.

F. Tidak menilai diri dan kemampuannya secara tepat

Setan membuat seseorang tergelincir dalam menilai dirinya dengan dua jalan:

1. Pandangan ujub dan menipu diri
Setan berkata "Kamu sudah mengerjakan ini dan itu, lihatlah kamu, beramal dan beramal…". Maka berubahlah orang itu menjadi takabur dan tertipu oleh dirinya, akibatnya dia merendahkan orang lain dan menolak kebenaran. Dia akan menolak pula untuk rujuk dari kesalahnya. Dia akan menolak pula untuk duduk di majelis ilmu untuk belajar dari orang lain.

2. Tawadhu dan memandang diri hina dan rendah: Di sini setan berkata, "Kamu harus tawadhu. Siapa yang tawadhu
karena Allah, niscaya akan di tinggikan-Nya. Kamu tidak sepadan untuk perkara ini! Urusan ini hanya untuk orang berilmu tinggi saja! ", padahal setan bermaksud untuk menjauhkan dirimu dari tugas dakwahmu. Ini dari bab tawadhu, kamu akhirnya merendahkan dirmu samppai derajad dimana kamu merasa tak berguna pada kemampuanmu yang seharusnya kamu tampilkan, karena kita akan ditanya atas segala kemampuan dan kekuatan kita. Kamu harus mengungkapkan kemampuanmu tiu karena kalau tidak kamu gunakan kemampuanmu itu, niscaya kamu akan dihisab atasnya. Ini pada hakekatnya bukan tawadhu, tapi lari dari tanggung jawab, lari adri menunaikan kewajiban. Akan tetap seta berkata kepadanya, "Tinggalkanlah bidang tiu untuk orang lain yanglebih baik darimu! Dakwah adalah amal yang mulia, amal bagi oarng yang jenius yang amat langkadan yang mendalam ilmunya."

Kadang-kadang setanpun mendorong manusia merendahkan dirinya,dengan mengacaukan akalnya untuk terus-menerus berpikir, "Apa artinya diri saya disbanding syaikh ini? Apalah artinya diriku dibandingkan dengan orang alim ini?" Dimandulkan akalnya sehingga tidak berfikir kecuali dengan fikiran Syaikhnya, dan hanya menerapkan perkataan Syekhnya semata. Jadilah Syaikhnya yang paling benar, dan yang lain salah. Mulailah dia mengagungkan manusia dan mengkultuskannya.

Padahal yang pokok bagi kita mengembalikan semua perkara kepada syari’at Allah,dan orang yang didepanmu itu masih keliru.Karenanya semua perkataan manusia harus ditimbang dengan Kalamullah dan sabda RasulNya

3 Tasyik (Menimbulkan keragu-raguan).
Diantara pintu masuk setan adalah membuat ragu dalam masalah niat, dia berkata kepada manusia, "Kamu riya’, kamu munafiq, kamu beramal karena manusia", supaya orang ini meninggalkan amal.

Contohnya, seseorang ingin bersedekah kemudian dilihat orang lain, dia berkata dalam hatinya, "Kalau aku bershadaqah terlihat olehnya, dia akan menyangka kau riaya’. Lebih baik aku tidak memberikan shadaqah ini."
Sesungguhnya memperbaiki niat itu diperintahkan, namun jangan sampai kita meninggalkan amal. Perbaikan niat justru harus menjadikanmu beramal dan meningkatkannya.

Al-Haristsbin Qays . " Jika setan mendatangimu dalam shalat dan membisikan kepada kamu bahwa kamu riya’, perpanjanglah shalatmu."


G. Takhwif (Menakut-nakuti)
Setan mempunyai dua metode dalam menakut-nakuti manusia:

1. Menakut-nakuti dari wali-wali setan
Disini setan menakut-nakuti manusia dari tentara dan wali-walinya, yaitu para pelaku maksiat dan kejahatan. Setan berkata, waspadalah terhadap mereka, mereka punya kekuatan luar biasa." Dengan ditakut-takuti, orang ini jadi meninggalkan amal.

Padahal Allah telah berfirman ; "Sesungguhnya itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti dengan kawan-kawannya,karena itu janganlah kamu takut kepada mereka tetap takulah kepada KU, jika kamu benar-benar orang-orang beriman." (QS. Ali ‘imran:175).


2. Menakut-nakuti dari kefaqiran
Allah Ta’ala berfirman yang artinya: " Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kefaqiran dan menyuruh kamu berbuat kejahatan.."(QS. Al-Baqarah:268)


Setan berkata kepada manusia: " kalau kamu tinggalkan pekerjaan ini, dimana kamu kan mendapatkan pekerjaan yang lainnya? Kamu akan menjadi sangat faqir." Maka dia menjadikan takut akan kefaqiran. Akhirnya orang itu mengerjakan perbuatan yang haram. Contohnya seorang muslim yang berdagang khamar ditertawakan oleh setan karena sudah berhasil menipunya melalui pintu ini. Padahal Allah telah berfirman ; " dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah , niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberikannya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya." (QS. Ath-Thalaq:2-3)


Kita dapati para pemakan riba’ takut akan kefaqiran, berkata: "Bagaimana aku hidup? Orang-orang sudah pada kaya, aku masih faqir"!!


Kadang-kadang setan pun menghiasi kebatilan pada juru dakwah, sehingga menghalalkan yang haram, dengan alasan untuk kemaslahatan dakwah kamu perlu berdusta!
Setan menghiasi kebatilan sebagai kebenaran dengan argumen bahwa perkara ini diperlukan untuk kemaslahatan dakwah.

HAL-HAL YANG MELANCARKAN TUGAS SETAN

1. Kebodohan
Seorang yang berilmu lebih sulit di goda oleh setan daripada seribu ahli badah

2. Hawa nafsu, lemah keihlasan, dan lemah keyakinan
Allah Ta’ala berfirman yang artinya: " Iblis berkata, Demi keagunganMu aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlis di antara mereka" (QS. Shaad:82-83).


OBATNYA


Iman kepada Allah
Kita harus benar-benar beriman kepada Allah dan bertawakal kepadanya, sebagaimana firmanNya: "sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang beriman dan orang-orang yang bertawakal hanya kepada Rabb mereka saja." (QS. An-Nahl:99)


Mencari ilmu syar’I dari sumber-sumbernya yang shahih
Dengan ilmu tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah seorang hamba akan dapat mengenal batasan-batasan Allah sehingga dia tidak akan tertipu oleh bisikan setan.

Ikhas di jalan Dien ini
Allah ta’ala berfirman yang artinya:" Iblis berkata, Demi keagunganMu aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlis di antara mereka" (QS. Shaad:82-83).


Dzikir (ingat) kepada Allah Ta’ala dan berlindung dari godaan setan terkutuk
Allah Ta’ala berfirman yang artinya: "Jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui." (Al-A’raaf:200)


Demikian pula pembacaan Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) dijelaskan dalam hadist keutaman keduanya untuk melindungi kita dan mencegah dari gangguan setan. Begitu pula pembacaan ayat kursyi, karena ayat ini dapat menjaga dari setan. Wallahu a’lam


(Madaakhilu As-Syaithan ‘Alash -Shalihin",  DR. Abdullah Al-Khatir)
(Disalin dari Risalah Dakwah No. 46 / Thn IV / Shafar / 1423H)

Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=487517267566

Islam sebagai Rahmat untuk Seluruh Alam



Penulis : Ustadz Muhammad Umar As-Sewed

Kalimat "negara Islam" telah menjadi momok yang menakutkan, terutama sejak dipaksakannya rekayasa sejarah yang mendiskreditkan Islam dan gerakan Islam. Digambarkan betapa seramnya hukum Islam jika diterapkan, betapa sadisnya hukum rajam dan potong tangan dan seterusnya.

Ditambah lagi dengan gerakan-gerakan bid'ah yang berjihad tanpa ilmu, yang menambah rusaknya gambaran Islam di mata awam. Yang akibatnya orang awam dan non-Islam mengira gerakan jihad identik dengan terorisme, perampokan, penjarahan, dan seterusnya.

Akhirnya Islampobia menjalar di masyarakat, bahkan orang-orang yang berstatus Muslim pun takut kalau hukum Islam diterapkan di Indonesia Raya ini. Padahal kalau mereka mau melihat Islam dari sumbernya yang asli dari Qur'an dan Sunnah, dengan pemahaman generasi-generasi terbaik yang dipuji Allah dan Rasul-Nya, maka mereka akan dapati Islam adalah rahmat dan kasih sayang untuk seluruh alam.

Allah ciptakan syariat ini dan Allah utus Rasul-Nya adalah sebagai bukti kasih sayang-Nnya kepada seluruh manusia. Allah berfirman: "Tidaklah Kami mengutus engkau kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam." (Al-Anbiya: 107)

Ibnu Abbas radliyallahu `anhu berkata tentang ayat ini: "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka Allah tuliskan baginya rahmat di dunia dan akhirat. Adapun orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka pun mendapat rahmat dengan datangnya Rasul yaitu keselamatan dari adzab

di dunia, seperti ditenggelamkannya ke dalam bumi atau dihujani dengan batu." (Tafsir Ibnu Katsir 3/222)

Oleh karena itu ketika malaikat Jibril datang kepada Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dalam keadaan beliau terusir dari kaumnya, dilempari dengan batu di Thaif hingga berdarah kakinya, duduk di luar kota tanpa kawan, bermunajat kepada Allah. Malaikat itu berkata: "Aku diutus Allah untuk mentaati perintah-Mu. Jika engkau menginginkan agar aku menimpakan gunung ini kepada mereka aku akan laksanakan." Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Ya Allah, berilah hidayah pada mereka karena sesungguhnya mereka belum mengetahui." Melihat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berdoa seperti itu, Jibril mengatakan: "Maha benar Allah yang menamakanmu ra'ufur rahim." (lihat Nurul Yaqin hal. 56)

Inilah bukti kasih sayang beliau kepada seluruh manusia. Jika beliau diberi pilihan doa yang maqbul terhadap kaumnya apakah dilaknat dan diadzab ataukah diberi hidayah, tentu beliau memilih berdoa agar Allah memberikan hidayah.

Pernah suatu hari beliau didatangi oleh Thufail Ad-Dausi. Dia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kabilah Daus menentang dan menolak dakwah ini. Maka doakanlah agar Allah menghancurkan mereka." Maka Rasulullah pun menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya. Para shahabat yang ada di situ berucap: "Binasalah Daus!" Ternyata Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengucapkan doa: "Ya Allah, berilah hidayah pada suku Daus dan bawalah mereka kemari" (beliau mengucapkannya tiga kali). (HR. Bukhari dan Muslim). Doa beliau ternyata maqbul. Suku Daus datang berbondong-bondong kepada Nabi untuk masuk Islam. Demikian pula diriwayatkan dari Muslim dengan sanadnya kepada Abu Hurairah radliyallahu `anhu bahwa dia berkata: Pernah dikatakan kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam: "Wahai Rasulullah, doakanlah kejelekan bagi musyrikin." Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menjawab: "Aku tidak diutus sebagai tukang laknat, melainkan aku diutus sebagai rahmat." (HR. Muslim).

Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Hanya saja aku diutus sebagai rahmat yang diberikan." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3 / 222). Maka Islam adalah agama kasih sayang, dibawa oleh seorang penyayang dari Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Negara Islam Mengapa Takut? Kalau demikian kenyataannya mengapa kita mesti takut terhadap munculnya negara Islam, negara yang mengayomi rakyat semesta dan membawa bangsa kepada kemakmuran yang hakiki, yang memberi kesempatan kepada rakyat non Islam untuk menjalankan agamanya sambil melihat kesempurnaan syariat Islam sehingga suatu saat mereka akan masuk Islam tanpa paksaan. Dan ini berarti rahmat yang lebih sempurna lagi bagi mereka.

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam melarang kaum Muslimin untuk mengganggu orang-orang non-Islam yang hidup sebagai kafir dzimmni. Yaitu orang kafir yang termasuk warga negara Islam yang dilindungi selama mereka mentaati peraturan-peraturan negara dan membayar jizyah (semacam upeti atau pajak). Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak mengijinkan kalian untuk masuk ke rumah orang-orang ahli kitab kecuali dengan seijin mereka, tidak boleh memukul mereka dan mengambil buah-buahan mereka selama mereka memberikan kepada kalian kewajiban mereka." (HR. Abu Dawud).

Demikianlah warga negara non-Islam diberikan hak-haknya dan dijaga hartanya, tidak boleh dirampas hartanya atau dibunuh jiwanya dengan dhalim selama mereka mentaati peraturan-peraturan negara Islam, walaupun kita sama-sama tahu bahwa kedudukan mereka lebih rendah dari kaum Muslimin, sebagaimana ucapan Umar bin Khattab radliyallahu `anhu: "Rendahkanlah mereka tapi jangan dhalimi mereka." (Fatawa 28 / 653)

Demikian pula orang-orang non-Muslim yang bukan warga negara tetapi terikat perjanjian damai. Seperti para pendatang dari negara asing yang tidak dalam keadaan berperang (dengan Muslim) atau dalam kata lain terikat perjanjian damai. Maka kita tidak boleh mengganggu, apalagi membunuh mereka selama mereka mengikuti peraturan-peraturan negara Islam. Demikian pula duta-duta asing yang tinggal di negara Islam. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengancam orang-orang yang mengganggu atau mendhalimi mereka. Mereka ini distilahkan dengan kafir mu'ahhad (yaitu terikat perjanjian):

"Ketahuilah barang siapa mendhalimi seorang mu'ahad; atau mengurangi hak-haknya; atau membebaninya di luar kemampuannya; atau mengambil sesuatu daripadanya tanpa keridlaannya. Maka aku akan menjadi penentangnya pada hari kiamat." (HR. Abu Dawud dan Baihaqi. Lihat Ash-Shahihah oleh Syaikh Al-Albani 1 / 807).

Apalagi membunuh seorang mu`ahad, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam lebih keras lagi mengancamnya: "Barangsiapa membunuh seorang mu'ahad, maka ia tidak akan mencium bau surga, padahal harumnya surga didapati dari jarak 40 tahun perjalanan." (HR. Bukhari).

Oleh karena itu para duta-duta asing atau tamu-tamu asing yang non-Muslim tidak perlu khawatir masuk negara Islam dan tidak perlu takut berdirinya negara Islam di bumi persada Indonesia ini karena Islam merupakan rahmat untuk seluruh manusia.

Bahkan kalau pendatang non-Muslim itu merupakan utusan, walaupun utusan itu dari negara kafir yang sedang berperang dengan negara Islam sekali pun, mereka tidak perlu takut karena Islam dengan rahmatnya tidak membolehkan menangkap, menahan atau membunuh para utusan (yang diistilahkan dalam syari'at dengan wufud).

Pernah suatu hari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam didatangi dua orang utusan dari Musailamah al-kadzab, seorang nabi palsu yang memusuhi Rasulullah. Kemudian Beliau bersabda: "Apakah kalian mau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah?" Mereka berkata: "Kami bersaksi bahwa Musailamah adalah Rasulullah." maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam pun bersabda: "Aku beriman kepada Allah dan para rasul-Nya! Kalau saja aku membolehkan untuk membunuh seorang utusan tentu akan aku bunuh kalian berdua!"

Bahkan walaupun utusan kafir tersebut kemudian masuk Islam, Rasulullah tetap memerintahkannya untuk kembali kepada kaum yang mengutusnya sebagaimana diriwayatkan dari Abu Rafi' sebagai berikut: Aku diutus oleh orang-orang kafir Quraisy menemui Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Ketika aku melihat beliau, masuklah Islam ke dalam hatiku. Maka aku mengatakan kepada beliau: "Wahai Rasulullah, demi Allah aku tidak akan kembali kepada mereka selama-lamanya."

Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya aku tidak akan melanggar perjanjian dan tidak akan menahan para utusan. Maka kembalilah engkau! Kalau pada dirimu tetap ada keimanan seperti sekarang ini maka kembalilah engkau kemari." (HR. Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Ahmad. lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah oleh Syaikh Al-Albani 6 / 316).

Dalam riwayat lain dikatakan: "Sesungguhnya aku tidak melanggar janji dan tidak akan menangkap seorang utusan." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i)

Inilah Islam, inilah keadilan. Tidak akan didapati kebijaksanaan yang seperti ini dalam agama lain. Hanya saja orang-orang bodoh dan para ahli bid'ah merusak gambaran yang indah ini dengan melanggarnya, atau dengan mengada-adakan aturan-aturan baru (bid'ah) dan kebijaksanaan-kebijaksanaan sendiri yang mereka anggap baik dengan emosi dan hawa nafsunya. Yang akhirnya justru merusak gambaran Islam dan membuat manusia takut kepadanya. Rahmat Islam dalam Perang Demikian pula dalam peperangan, Agama Islam tidak lepas dari sifatnya sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajarkan peraturan-peraturan dan hukum-hukum perang. Siapa yang boleh dibunuh dan siapa yang tidak. Bolehkah merusak jasad musuh atau tidak, dan seterusnya. Setiap melepas suatu pasukan untuk berperang Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam selalu memberikan wasiat kepada mereka, yang berisi nasihat dan peraturan peperangan. Di dalamnya kita akan dapati rahmat dan kasih sayang. Simaklah wasiat beliau berikut ini:

Diriwayatkan dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya dari Aisyah radliyallahu `anha, ia berkata: Bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam jika mengutus seseorang komandan yang membawa sebuah pasukan --besar atau kecil-- beliau mewasiatkan kepada pribadinya untuk bertakwa kepada Allah dan mewasiatkan untuk kaum muslimin dengan kebaikan.

Kemudian bersabda: "Berperanglah dengan nama Allah di jalan Allah! Perangilah orang yang kafir kepada Allah. Berperanglah tapi jangan mencuri rampasan perang, jangan ingkar janji, jangan merusak jasad musuh, jangan membunuh anak-anak. Jika kalian menemui musuhmu dari kalangan musyrikin, maka ajaklah mereka kepada tiga perkara. Jika mereka menerima salah satunya, maka terimalah dan berhentilah (tidakmemerangi): Ajaklah kepada Islam. Kalau mereka mengikuti ajakanmu, maka terimalah dari mereka dan tahanlah peperangan. Ajaklah kepada Islam. Kalau mereka menyambut ajakanmu, maka terimalah dan ajaklah untuk pindah (hijrah) dari desa mereka ke tempat muhajirin (Madinah).

Kalau mereka menolak, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa mereka dianggap sebagai orang-orang arab gunung (nomaden) yang Muslim. Tidak ada bagi mereka bagian ghanimah (pampasan perang) sedikit pun kecuali jika mereka berjihad bersama kaum muslimin. Kalau mereka menolak (untuk masuk Islam) maka mintalah dari mereka untuk membayar jizyah (upeti) (sebagai orang-orang kafir yang dilindungi). Kalau mereka menolak, maka minta tolonglah kepada Allah untuk menghadapi mereka kemudian perangilah.

Jika engkau mengepung penduduk suatu benteng, kemudian mereka menyerah ingin meminta jaminan Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah kau lakukan. Tetapi jadikanlah untuk mereka jaminanmu, karena jika kalian melanggar jaminan-jaminan kalian itu lebih ringan daripada kalian menyelisihi jaminan Allah. Dan jika mereka menginginkan engkau untuk mendudukkan mereka di atas hukum Allah, maka jangan kau lakukan. Tetapi dudukkanlah mereka di atas hukummu karena engkau tidak tahu apakah engkau menepati hukum Allah pada mereka atau tidak." (HR. Muslim dalam Kitabul Jihad bab Ta'mirul Imam no. 1731)

Di awal wasiatnya Beliau memperingatkan untuk jangan mencuri, jangan ingkar janji, jangan merusak jasad musuh, jangan membunuh anak-anak, dan seterusnya. Sebuah nasihat yang merupakan kasih sayang Islam kepada seluruh manusia walaupun terhadap orang kafir.

Kemudian Beliau menganjurkan untuk memberikan pilihan kepada musuh. Apakah mereka akan masuk Islam atau membayar jizyah yang berarti mereka akan selamat; atau tidak mau memilih keduanya yang berarti perang. Ini merupakan kasih sayang yang sangat besar, memberikan kesempatan kepada musuh untuk selamat dunia dan akhirat. Kalau mereka memilih Islam berarti mereka selamat di dunia dan di akhirat. kalau memilih jizyah berarti selamat di dunia. Sedangkan kalau mereka tidak ingin selamat, maka barulah mereka diperangi. Pantaskan?!

Selanjutnya Beliau menasihatkan dalam memberikan keputusan terhadap musuh tidak boleh mengatasnamakan Allah. Karena bisa jadi dia tidak tepat atau tidak mencocoki hukum Allah dalam memutuskan. Wanita juga termasuk pihak yang tidak boleh dibunuh dalam peperangan. Islam dengan rahmatnya tidakmembolehkan pembunuhan terhadap wanita.

Pernah pada suatu hari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berjalan bersama pasukannya dalam suatu peperangan. Kemudian Beliau melihat orang-orang berkerumun pada sesuatu, maka beliau pun mengutus seseorang untuk melihatnya. Ternyata mereka mengerumuni seorang wanita yang terbunuh oleh pasukan terdepan. Waktu itu pasukan terdepan dipimpin oleh Khalid bin Walid. Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam pun bersabda: "Berangkatlah engkau menemui Khalid dan katakan kepadanya: Sesungguhnya Rasulullah melarang engkau untuk membunuh dzuriyah (wanita dan anak-anak, ed) dan pekerja / pegawai." (HR. Abu Dawud).

Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Katakan pada Khalid jangan ia membunuh wanita dan pekerja." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Ath-Thahawi. Lihat Ash-Shahihah oleh Syaikh Al-Albani 6 / 314).

Dalam riwayat yang lebih shahih dikatakan: "Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam melihat seorang wanita terbunuh dalam suatu peperangan. Maka beliau pun mengingkari pembunuhan wanita dan anak-anak." (Muttafaqun `alaihi)

Dari riwayat-riwayat ini jelas bahwa wanita dan anak-anak tidak boleh dibunuh dalam peperangan. Sedangkan pegawai atau pekerja yang dimaksud adalah warga sipil yang tidak ikut dalam peperangan. Mereka ini juga tidak boleh dibunuh. Demikianlah peraturan Islam, betapa indahnya peraturan tersebut. Kaum muslimin sudah mengenal istilah "warga sipil" yang tidak boleh dibunuh sejak turunnya Al-Qur'an ribuan tahun yang lalu. Inilah kasih-sayang Islam yang datang sebagai rahmat bagi seluruh alam termasuk kepada musuhnya sekali pun.

Rahmat dalam Hukum Had

Termasuk dalam hukum had dan qishas, kasih sayang Islam tidak pernah hilang. Di samping hukum itu sendiri memang membawa rahmat, penerapannya pun tidak sembarangan. Membutuhkan penyelidikan dan kepastian serta masih terkait dengan tuntutan korban atau maafnya. Seperti hukum qishas, hukum seorang yang membunuh adalah dibunuh pula. Hukum ini membawa rahmat kepada seluruh kaum muslimin yaitu keamanan dan ketentraman. Bahkan hukum yang sepintas terlihat akan membawa korban lebih banyak, ternyata bagi orang yang cerdas akan terlihat bahwa sesungguhnya hukum ini justru menjaga kehidupan. Allah berfirman : "Sesungguhnya pada hukum qishash ada kehidupan bagi kalian wahai orang yang cerdas, semoga kalian bertakwa." (Al-Baqarah: 179)

Namun hukum ini pun terkait dengan tuntutan keluarga korban. Jika mereka memaafkan maka tidak dilakukan hukum bunuh melainkan membayar diat, semacam uang denda atau tebusan senilai harga seratus ekor unta yang diberikan kepada keluarga korban. Ini pun merupakan rahmat dan keringanan dari Allah untuk mereka sebagaimana Allah katakan sendiri dalam ayat-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita.

Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaknya (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih." (Al-Baqarah: 178)

Ini pun kalau benar-benar terbukti ia membunuh dengan sengaja, kalau ternyata tidak sengaja maka tidak ada qishas yang ada adalah diat. Bahkan kalau keluarga korban akan menginfakkan tebusan tersebut kepada sipembunuh dan mema'afkannya, berarti ia tidak perlu membayar diat.

Walaupun yang dibunuh adalah seorang kafir mu'ahad yang terikat perjanjian, tetap wajib bagi si pembunuh yang Muslim membayar diat kepada keluarga korban serta memerdekakan seorang budak. Tetapi tidak ada qishas baginya. Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman: "Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu) kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu padahal ia mukmin, (maka hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang mukmin.

Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara bertaubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (An-Nisa: 92)

Sedangkan hukum potong tangan bagi pencuri atau hukum cambuk (bagi penzina yang belum menikah) dan rajam (bagi penzina yang telah menikah) dan lain-lain merupakan kejahatan yang jika sudah sampai kasusnya kepada pemerintah maka harus ditegakkan hukum padanya. Inipun sesungguhnya merupakan rahmat bagi seluruh kaum muslimin bahkan seluruh manusia.

Hukum potong tangan bagi pencuri -misalnya-- membawa keamanan dan ketenangan bagi seluruh rakyat. Hukum cambuk dan rajam bagi penzina membawa keselamatan bagi seluruh manusia dari berbagai penyakit-penyakit kelamin disamping menjaga keturunan dan nasab, agar tidak tercampur dan kacau.

Hukum-hukum ini pun tidak begitu saja diterapkan, tetapi melalui proses dan aturan-aturan yang jelas. Seperti pada hukum potong tangan, tidak semua pencuri di potong tangannya. Jika ia mencuri di bawah tiga dirham, maka ia tidak dipotong tangannya. Berarti ada jumlah tertentu yang menyebabkan seorang pencuri mendapatkan hukuman potong tangan. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Jangan dipotong tangan seorang pencuri kecuali pada pencurian seperempat dinar ke atas." (muttafaqun 'alaihi. Dengan lafadh Muslim).

Sedangkan dalam riwayat Bukhari dengan lafadh sebagai berikut: "Dipotong tangan seorang pencuri pada pencurian seperempat dinar ke atas." (HR. Bukhari) Seperempat dinar adalah tiga dirham, karena satu dinar adalah duabelas dirham. Dalam riwayat lain dari Ibnu Umar yang juga dirkeluarkan oleh bukhari dan muslim disebutkan bahwa Rasulullah memotong tangan seorang pencuri yang mencuri sebuah tameng seharga tiga dirham: "Dari Ibnu Umar radliyallahu `anhuma bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam memotong tangan pada pencurian sebuah tameng seharga tiga dirham." (Muttafaqun `alaihi)

Seperti kita katakan tadi bahwa hukum ini dilaksanakan jika sudah sampai kasusnya pada pemerintah. Adapun jika belum sampai kasusnya pada pemerintah, maka dianjurkan untuk saling memaafkan dan tidak saling menuntut. Abu Majidah menceritakan: Pernah pada suatu hari aku duduk bersama Abdullah bin Mas'ud radliyallahu `anhu, maka beliau pun berkata: Aku ingat orang pertama yang dipotong tangannya oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Waktu itu didatangkan seorang pencuri kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Lalu beliau pun memerintahkan untuk dipotong tangannya. Aku melihat wajah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam sepertinya memendam kekecewaan. Maka para shahabat pun berkata: "Wahai Rasulullah, sepertinya engkau tidak suka orang itu dipotong tangannya?" Maka beliau pun bersabda: "Apa yang menghalangiku untuk memotongnya?" Kemudian beliau bersabda: "Janganlah kalian menjadi pendukung-pendukung setan terhadap saudaramu! Sesungguhnya tidak pantas bagi seorang imam jika telah sampai kepadanya hukum had kecuali harus menegakkannya. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf dan cinta pada pemaaf. Maka saling memaafkanlah kalian dan saling memaklumi. Bukankah kalian suka kalau Allah mengampuni kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (HR. Ahmad, Al-Hakim dan Baihaqi. Lihat Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah 4 / 181).

Demikianlah kasih sayang Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam yang diutus oleh Allah yang Maha Penyayang untuk menebarkan kasih sayang kepada seluruh alam. Kemudian mengenai hukum cambuk dan hukum rajam bagi para pezina. Apakah ini kalian anggap menghalangi kebebasanmu dalam bergaul ? Kalau kalian cerdas dan tidak sempit pandangan, kalian akan melihat bahwa hukum ini menjaga dan melindungi istrimu, anak perempuanmu, bibimu, saudara perempuanmu dan seterusnya. Bukankah ini rahmat dan kebaikan bagimu? Pernah seorang pemuda datang kepada Nabi shallallahu `alaihi wa sallam meminta ijin untuk berzina. Maka dengan sabar Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menerangkan kepadanya cara berfikir yang benar: "Bagaimana pendapatmu kalau itu terjadi pada ibumu?" Anak itu menjawab: " Ayah dan ibuku sebagai jaminan! aku tidak akan ridla." "Bagaimana pendapatmu kalau itu terjadi pada istrimu?" Anak muda itu menjawab: "Ayah dan ibuku sebagai jaminan! aku tidak akan ridla." Demikian seterusnya Beliau menanyakan bagaimana kalau terjadi perzinaan itu pada keluarganya, anak perempuannya, kakak perempuannya, bibinya, ternyata dia tidak ridla. Maka beliaupun bersabda: "Kalau begitu orang lain pun tidak ridla perzinaan itu terjadi pada ibu-ibu mereka, istri-istri mereka, anak-anak perempuan mereka, saudara-saudara perempuan mereka, atau pun bibi-bibi mereka."

Inilah hikmah ditegakkannya hukum bagi para pezina dengan cambuk atau rajam. Menjaga istri-istri kita, anak-anak perempuan kita, ibu-ibu kita, saudara-saudara perempuan kita, bibi-bibi kita, dan seterusnya. Di samping itu juga penerapannya tidak sembarangan, harus didatangkan empat saksi untuk ditegakkannya hukum ini. Dan saksi-saksi itu harus mengetahui betul kejadiannya. Bahkan harus yakin betul kalau "timba telah masuk ke dalam sumurnya". Adapun dugaan, prasangka, atau melihatnya berpelukan, berciuman dan lain-lain belum bisa diterima sebagai saksi sampai ia yakin betul bahwa "timba telah masuk ke dalam sumurnya".

Empat saksi dalam keadaan yang seperti ini sangat susah didapat. Keadaan seperti ini tidak akan didapat kecuali pada beberapa kemungkinan: Kemungkinan pertama adalah seorang yang datang mengakui bahwa dirinya telah berzina. Ini pun Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berusaha untuk memberikan kesempatan kalau dia mau mencabut ucapannya kembali sebagaimana dalam riwayat berikut: Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu `anhu bahwa datang seseorang dari kaum Muslimin kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, sedang beliau berada di masjid. Orang itu memanggil Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah berzina." Rasulullah pun memalingkan wajahnya. Kemudian orang itu bergeser ke hadapan muka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam sambil berkata kembali: "Wahai Rasulullah, sungguh aku telah berzina."

Beliau pun berpaling kembali ke arah lain. Dan orang itu pun kembali mengikuti ke hadapan muka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan mengucapkan kembali ucapannya, demikian sampai empat kali. Setelah empat kali orang itu mempersaksikan atas dirinya dengan zina, Rasulullah memanggilnya dan bersabda: "Apakah engkau gila?" Orang itu menjawab: "Tidak." Beliau berkata lagi: "Apakah engkau seorang yang muhsan ?" Orang itu menjawab: "Ya." Maka Nabi pun memerintahkan kepada kaum Muslimin: "Pergilah kalian membawa orang ini dan rajamlah ia." (HR. Muttafaqun `alaih)

Dalam riwayat Bukhari, orang tersebut ketika dirajam sempat lari. Yaitu pada saat mulai terasa batu-batu itu menyakiti tubuhnya. Namun orang-orang mengejarnya dan melanjutkan hukuman rajam sampai matinya. Ketika disampaikan kejadian larinya orang tersebut, Rasulullah bersabda: "Tidakkah kalian biarkan orang itu lari. Barangkali orang itu bertaubat kepada Allah dan Allah menerima taubatnya." Dalam riwayat lain, beliau bersabda: "Mengapa kalian tidak membawanya kembali kemari." (HR. Abu Dawud)

Oleh karena itu, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad menyatakan: Bolehnya seorang yang sudah mengaku berzina mencabut kembali pernyataann ya dan jika orang tersebut lari tidak dikejar, semoga dia mau ruju' dan mencabut kembali ucapannya. Sekali lagi ini adalah khusus bagi yang datang mempersaksikan dirinya bahwa ia telah berzina. Inilah kasih sayang Islam kepada manusia. Tidak sekejam apa yang digambarkan oleh orang-orang kafir dan munafiqin

Kemungkinan kedua adalah seorang yang sangat biadab, berzina di tempat terbuka dan menjadi tontonan manusia tanpa merasa malu apalagi merasa berdosa. Atau bahkan -- maaf-maaf -- menjadi pemain dalam adegan-adegan porno didepan para penonton yang membayarnya. Sungguh fitrah kita pun ingin merajam orang yang seperti ini sebelum kita mengerti hukum rajam. Atau kemungkinan ketiga terbukti dengan kehamilan. Berkata Umar bin Khattab dalam khutbahnya: "…Sesungguhnya rajam itu adalah hak di dalam kitab Allah bagi orang yang berzina jika ia seorang yang muhsan, baik ia laki-laki maupun perempuan jika telah tegak bukti-bukti (saksi-saksi). Atau adanya kehamilan, atau ia mempersaksikan dirinya dengan zina." (Muttafaqun `alaih). RAHMAT KEPADA HEWAN Kepada hewan sekali pun Islam tetap mengajarkan untuk memberikan kasih sayangnya. Dalam memelihara kita harus memberinya makan yang cukup. Dalam menunggangi kita dilarang memberikan beban yang terlalu berat. Dalam menyembelih kita harus menggunakan pisau yang tajam dan di tempat yang langsung mematikan, yaitu di lehernya. Dan seterusnya.

Pernah suatu hari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memasuki perkampungan kaum Anshar. Kemudian beliau masuk ke suatu tembok kebun salah seorang dari mereka. Tiba-tiba beliau melihat seekor unta yang kurus. Ketika melihat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, unta itu menangis, merintih dan meneteskan air mata. Maka beliau pun mendekatinya lalu mengusap perutnya sampai ke punuknya dan ekornya. Unta itu pun tenang kembali. Kemudian Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Siapa penggembala unta ini?" Atau dalam riwayat lain beliau bersabda: "Siapa pemilik unta ini?" Maka datanglah seorang pemuda dari Anshar, kemudian berkata: "Itu milikku ya Rasulullah." Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berkata: "Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam memelihara ternak yang telah Allah berikan kepadamu itu? Sesungguhnya ia mengeluh kepadaku bahwa engkau melaparkan dan melelahkannya."

Yakni beliau menegur si pemilik unta tersebut karena dia kurang dalam memberi makan, tetapi mempekerjakannya dengan beban yang terlalu berat. Maka beliau menegurnya dengan ucapan: "Tidakkah kamu takut kepada Allah." Ini mengandung ancaman bagi orang yang menyiksa hewan peliharaannya. Bukankah ini suatu rahmat dan kasih sayang yang besar.

PENUTUP

Demikianlah apa yang bisa saya tulis tentang kasih sayang dan rahmat Islam kepada seluruh manusia. Mudah-mudahan Allah menambahkan kepada kita dan para pembaca sekalian keilmuan dan keimanan. Amin. Wallahu a`lam bis-shawab.

MARAJI': 1). Tafsirul Adhim, Ibnu Katsir, cet. Darus Salam, tahun 1413 H / 1992 M.

2). Fathul Bari, Ibnu Hajar, cet. Darul Fikr, tahun 1414 H / 1992 M.

3). Shahih Muslim dengan Syarah Imam Nawawi, Muslim bin Hajjaj, cet. Darul Ma'rifah, tahun 1414 H / 1994 M.

4). Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, Syaikh Al-Albani, cet. Maktabah Al-Ma'arif, tahun 1415 H / 1995 M.

5). Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, Imam Ash-Shan`ani, cet. Darul Kitab, th. 1414 H / 1994 M.

6). Al-Hilm, Al-Hafidh Ibnu Abi Dunya dengan tahqiq Majdi Sayyid Ibrahim, cet. Maktabatul Qur'an, tanpa tahun.

7). Nurul Yaqin, Syaikh Muhammad Al-Khudari, cet. Darul Fikr, tahun 1414 H / 1994.

8). An-Nihayah fi Gharibil Hadits, Ibnu Atsir, cet. Darul Fikr, tahun 1399 H / 1979.

(Dikutip dari tulisan al Ustadz Muhammad Umar As-Sewed, judul asli Islam sebagai Rahmat untuk Seluruh Alam,. Url sumber http://www.geocities.com/dmgto/mabhats201/rahmatislam.htm 


Sebuah Cerita Berjuta Makna

Orang orang yg Mengaku Keturunan Nabi (Akan tetapi sangat menyelisihi Nabi)



Bismillah,
Dikalangan kaum muslimin, khususnya di negeri kita ini sering kita mendengar bahwa ada seorang tokoh yang merupakan keturunan Nabi. Dan dipanggil lah tokoh tersebut dengan sebutan Habib. Bahkan gelar ini mereka buktikan dengan skema nasab yang mereka miliki yang bertemu dengan nasab Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, atau dibuktikan dengan semacam ijazah atau sertifikat. Ironisnya, gelar nasab ini seolah-olah menjadi kartu truf yang akhirnya menjadi dalil halalnya segala perbuatan yang mereka lakukan, baik perbuatan yang telah jelas merupakan kemaksiatan, perbuatan bid’ah dalam agama, bahkan sampai kesyirikan. Lalu bagaimanakah sebenarnya sikap Ahlussunnah terhadap tokoh keturunan Nabi atau yang disebut dengan golongan Ahlul Bait ? Berikut ini pembahasannya oleh Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad al-Badr hafizhahullah.[1]

AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH TERHADAP AHLUL BAIT SECARA GLOBAL
Akidah Ahlussunnah wal Jamaah adalah pertengahan antara ekstrim kanan dan ekstrim kiri, antara berlebihan dan meremehkan dalam segala perkara akidah. Diantaranya adalah akidah mereka terhadap ahlu bait Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, mereka berloyalitas terhadap setiap muslim dan muslimah dari keturunan Abdul Muththalib, dan juga kepada para istri Rasul shallallahu’alaihi wa sallam semuanya. Ahlus Sunnah mencintai mereka semua, memuji dan memposisikan mereka sesuai dengan kedudukan mereka secara adil dan objektif, bukan dengan hawa nafsu atau serampangan. Mereka mengakui keutamaan orang-orang yang telah Allah beri kemulian iman dan kemuliaan nasab. Barangsiapa yang termasuk dari ahlul bait dari kalangan sahabat Rasulullah, maka mereka (Ahlussunnah) mencintainya karena keimanan, ketaqwaan serta persahabatannya dengan Rasul shallallahu’alaihi wa sallam.

Adapun mereka (ahlul bait) selain dari kalangan sahabat, maka mereka mencintainya karena keimanan. Ketaqwaan, dan karena kekerabatannya dengan Rasul shallallahu’alaihi wa sallam. Mereka berpendapat bahwa kemuliaan nasab itu mengikut kepada kemuliaan iman. Barangsiapa yang diberi oleh Allah kedua hal tersebut, maka Dia telah menggabungkan antara dua kebaikan. Dan barangsiapa yang tidak diberi taufik untuk beriman, maka tidak bermanfaat sedikitpun kemuliaan nasabnya. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu”. (QS. Al-Hujurat: 13)

Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda dalam akhir hadits yang panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya, No. 2699 dari Abu Hurairoh radliyallahu’anhu:

و من بطأ به عمله لم يسرع به نسبه

“Barangsiapa yang diperlambat oleh amal perbuatannya maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya”

Al Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata seraya menjelaskan hadits di atas dalam kitab beliau Jami’ al ‘Ulum wa al-Hikam, hlm. 308: Maknanya, bahwa amal perbuatan itulah yang menjadikan seorang hamba sampai kepada derajat (yang tinggi) di akhirat, sebagaimana firman Allah:

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُوا وَمَارَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya” (QS. Al-An’am: 132)

Barangsiapa yang lambat amal ibadahnya untuk sampai kepada kedudukan yang tinggi disisi Allah, maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya, untuk menyampaikannya kepada derajat tersebut. Sesungguhnya Allah menyediakan pahala sesuai dengan amal perbuatan bukan karena nasab, sebagaimana firman Allah:

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلآ أَنسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلاَيَتَسَآءَلُونَ

“Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya”. (QS. Al-Mukminun: 101)

Dan Allah ta’ala telah memerintahkan untuk bersegera menuju ampunan dan rahmat-Nya dengan berbuat amal ibadah, sebagaimana firman-Nya:

}* وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ { 133} الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ {134}

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Ali ‘Imron: 133-134)

Dan firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ هُم مِّنْ خَشْيَةِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ {57} وَالَّذِينَ هُم بِئَايَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ {58} وَالَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمْ لاَيُشْرِكُونَ {59} وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآءَاتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ {60} أُوْلَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ {61}

“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al-Mukminun: 57-61)

Kemudian beliau (Imam Ibnu Rajab rahimahullah) menyebutkan dalil-dalil tentang anjuran untuk beramal shalih, dan bahwasanya hubungan dekat dengan Rasul shallallahu’alaihi wa sallam itu diperoleh dengan ketakwaan dan amal shalih. Lalu beliau menutup pembahasan tersebut dengan hadits ‘Amr bin al-‘Ash radliyallahu’ahu yang tercantum dalam Shahih Bukhori, No. 5990 dan Shahih Muslim, No. 215, beliau berkata: Yang menguatkan hal ini semua adalah apa yang tercantum dalam Shahih Bukhori dan Muslim dari ‘Amr bin al-‘Ash radliyallahu’anhu, bahwasanya dia mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya keluarga Abu Fulan bukan termasuk wali-wali (orang terdekat) ku. Sesungguhnya waliku adalah Allah dan orang-orang yang shalih dari orang-orang yang beriman”.

Ini mengisyaratkan bahwa kedekatan dengan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak bisa diraih dengan nasab, meskipun dia adalah kerabat beliau. Akan tetapi, semuanya itu diraih dengan iman dan amal shalih[2]. Barangsiapa yang lebih sempurna keimanannya dan amal shalihnya, maka dia lebih agung kedekatannya dengan beliau, baik dia punya kekerabatan dengan beliau atau tidak. Hal ini senada dengan apa yang diucapkan oleh seorang penyair:

Sungguh, tidaklah manusia itu (dimuliakan) melainkan dengan agamanya

Maka janganlah engkau meninggalkan ketakwaan, dan hanya bersandar kepada nasab

Sungguh, Islam telah mengangkat derajat Salman (al-Farisi) dari Persia

Dan kesyirikan menghinakan Abu Lahab yang memiliki nasab (yang tinggi).

Hal ini berlainan dengan ahli bid’ah, mereka berlebihan terhadap sebagian ahlul bait. Bersmaaan itu pula mereka berbuat kasar/jahat terhadap mayoritas para sahabat radliyallahu’anhum. Diantara contoh sikap berlebihan mereka terhadap 12 imam ahlul bait, yakni Ali, Hasan, Husain radliyallahu’anhum, dan 9 keturunan Husain adalah apa yang tercantum dalam kitab al-Kafi oleh al-Kulaini[3]…Bab: Bahwasanya Para Imam Tersebut Mengetahui Kapan Mereka Akan Mati dan Tidaklah Mereka Mati Melainkan Dengan Pilihan Mereka Sendiri, Bab: Bahwasanya Imam-Imam ‘alaihimussalam Mengetahui Apa Yang Telah Terjadi dan Apa yang Akan Terjadi, dan Tidak Ada Sesuatupun yang Tersembunyi Bagi Mereka.

Dan sikap berlebihan inipun dikatakan oleh tokoh kontemporer mereka, yaitu Khumaini dalam kitabnya al-Hukumah al-Islamiyah (hlm. 52 cetakan al-Maktabah al-Islamiyah al-Kubra, Teheran): Sesungguhnya diantara prinsip madzhab kita, bahwasanya imam-imam kita memiliki kedudukan yang tidak bisa digapai oleh malaikat yang dekat (dengan Allah) maupun Nabi yang diutus (oleh Allah).
HARAMNYA MENGAKU-NGAKU SEBAGAI KETURUNAN AHLUL BAIT
Semulia-mulia nasab adalah nasab Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam. Dan semulia-mulia penisbatan adalah kepada beliau shallallahu’alaihi wa sallam dan kepada Ahli Bait, jika penisbatan itu benar. Dan telah banyak di kalangan arab maupun non arab penisbatan kepada nasab ini. Maka barangsiapa yang termasuk ahlul bait dan dia adalah orang yang beriman, maka Allah telah menggabungkan antara kemuliaan iman dan nasab. Barangsiapa mengaku-ngaku termasuk dari nasab yang mulia ini, sedangkan ia bukan darinya, maka dia telah berbuat suatu yang diharamkan, dan dia telah mengaku-ngaku memiliki sesuatu yang bukan miliknya. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Orang yang mengaku-ngaku dengan sesuatu yang tidak dia miliki maka dia seperti pemakai dua pakaian kebohongan.” (HR. Muslim dalam Shahihnya, no. 2129 dari Hadits Aisyah radliyallahu’anha)

Disebutkan dalam hadits-hadits shahih tentang keharaman seseorang menisbatkan dirinya kepada selain nasabnya. Diantara hadits Abu Dzar radliyallahu’anhu, bahwasanya ia mendengar Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah seseorang menisbatkan kepada selain ayahnya sedang dia mengetahui melainkan dia telah kufur kepada Allah. Dan barangsiapa yang mengaku-ngaku sebagai suatu kaum dan dia tidak ada hubungan nasab dengan mereka, maka hendaklah dia menyiapkan tempat duduknya di neraka”.[4] (HR. al-Bukhori, No. 3508 dan Muslim, No. 112)

Dan dalam Shahih al-Bukhori, No. 3509 dari hadits Watsilah bin al-Asqa’zia berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Seungguhnya sebesar-besar kedustaan adalah penisbatan diri seseorang kepada selain ayahnya atau mengaku bermimpi sesuatu yang tidak dia lihat, atau dia berkata atas nama Rasulullah apa yang tidak beliau katakan”.[5]
_________
Foote Note
[1] Diterjemahkan dan disarikan dari kitab Fadhl Ahli al-Bait wa ‘Uluww Makaanatihim ‘Inda Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah oleh Abdurrahman bin Thayyib as-Salafi. Sumber: Majalah Adz-Dzakiroh Vol. 8 No. 1 Edisi 43 Ramadhan-Syawal 1429 H. Kami hanya mengambil dua poin pembahasan dari tiga yang dibahas di sumber tersebut.

[2] Jadi, mereka yang mengaku sebagai keturunan Rasul shallallahu’alaihi wa sallam tapi gemar berbuat kesyirikan, mengkultuskan kuburan-kuburan wali yang tekah mati, mengadukan shalawat-shalawat bid’ah plus syirik (Burdah, Nariyah, Diba’, dll), rajin berbuat bid’ah (perayaan maulid, haul, tahlilan), maka tidak bermanfaat pengakuan tersebut dan tidak perlu dihormati ataupun disegani, pen.

[3] Tokoh ulama Syi’ah yang binasa pada tahun 329 H, yang dianggap seperti imam Bukhorinya Ahlussunnah, pen.

[4] Maka berhati-hatilah mereka yang memakan harta kaum muslimin dengan cara batil dengan mengaku-ngaku sebagai keturunan rasul shallallahu’alaihi wa sallam dan menjual akidah serta agama mereka. Na’udzubillahi mindzalik. pen

[5] Diringkaskan dari halaman 84-95
 di Nukil dari Catatan : Abu Faiq Harahap

Dikutip dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=472742312975

Sebuah Cerita Berjuta Makna

CINTA SEJATI DALAM ISLAM



Makna ‘Cinta Sejati’ terus dicari dan digali. Manusia dari zaman ke zaman seakan tidak pernah bosan membicarakannya. Sebenarnya? apa itu ‘Cinta Sejati’ dan bagaimana pandangan Islam terhadapnya?

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Masyarakat di belahan bumi manapun saat ini sedang diusik oleh mitos ‘Cinta Sejati‘, dan dibuai oleh impian ‘Cinta Suci’. Karenanya, rame-rame, mereka mempersiapkan diri untuk merayakan hari cinta “Valentine’s Day”.

Pada kesempatan ini, saya tidak ingin mengajak saudara menelusuri sejarah dan kronologi adanya peringatan ini. Dan tidak juga ingin membicarakan hukum mengikuti perayaan hari ini. Karena saya yakin, anda telah banyak mendengar dan membaca tentang itu semua. Hanya saja, saya ingin mengajak saudara untuk sedikit menyelami: Apa itu cinta? Adakah cinta sejati dan cinta suci? Dan cinta model apa yang selama ini menghiasi hati anda?

Seorang peneliti dari Researchers at National Autonomous University of Mexico mengungkapkan hasil risetnya yang begitu mengejutkan. Menurutnya: Sebuah hubungan cinta pasti akan menemui titik jenuh, bukan hanya karena faktor bosan semata, tapi karena kandungan zat kimia di otak yang mengaktifkan rasa cinta itu telah habis. Rasa tergila-gila dan cinta pada seseorang tidak akan bertahan lebih dari 4 tahun. Jika telah berumur 4 tahun, cinta sirna, dan yang tersisa hanya dorongan seks, bukan cinta yang murni lagi.

Menurutnya, rasa tergila-gila muncul pada awal jatuh cinta disebabkan oleh aktivasi dan pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia, berbunga-bunga dan berseri-seri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dan terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan efek hormon-hormon itu berkurang lalu menghilang. (sumber: www.detik.com Rabu, 09/12/2009 17:45 WIB).

Wah, gimana tuh nasib cinta yang selama ini anda dambakan dari pasangan anda? Dan bagaimana nasib cinta anda kepada pasangan anda? Jangan-jangan sudah lenyap dan terkubur jauh-jauh hari.

Anda ingin sengsara karena tidak lagi merasakan indahnya cinta pasangan anda dan tidak lagi menikmati lembutnya buaian cinta kepadanya? Ataukah anda ingin tetap merasakan betapa indahnya cinta pasangan anda dan juga betapa bahagianya mencintai pasangan anda?

Saudaraku, bila anda mencintai pasangan anda karena kecantikan atau ketampanannya, maka saat ini saya yakin anggapan bahwa ia adalah orang tercantik dan tertampan, telah luntur.

Bila dahulu rasa cinta anda kepadanya tumbuh karena ia adalah orang yang kaya, maka saya yakin saat ini, kekayaannya tidak lagi spektakuler di mata anda.

Bila rasa cinta anda bersemi karena ia adalah orang yang berkedudukan tinggi dan terpandang di masyarakat, maka saat ini kedudukan itu tidak lagi berkilau secerah yang dahulu menyilaukan pandangan anda.

Saudaraku! bila anda terlanjur terbelenggu cinta kepada seseorang, padahal ia bukan suami atau istri anda, ada baiknya bila anda menguji kadar cinta anda. Kenalilah sejauh mana kesucian dan ketulusan cinta anda kepadanya. Coba anda duduk sejenak, membayangkan kekasih anda dalam keadaan ompong peyot, pakaiannya compang-camping sedang duduk di rumah gubuk yang reot. Akankah rasa cinta anda masih menggemuruh sedahsyat yang anda rasakan saat ini?

Para ulama’ sejarah mengisahkan, pada suatu hari Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu bepergian ke Syam untuk berniaga. Di tengah jalan, ia melihat seorang wanita berbadan semampai, cantik nan rupawan bernama Laila bintu Al Judi. Tanpa diduga dan dikira, panah asmara Laila melesat dan menghujam hati Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu. Maka sejak hari itu, Abdurrahman radhiallahu ‘anhu mabok kepayang karenanya, tak kuasa menahan badai asmara kepada Laila bintu Al Judi. Sehingga Abdurrahman radhiallahu ‘anhu sering kali merangkaikan bair-bait syair, untuk mengungkapkan jeritan hatinya. Berikut di antara bait-bait syair yang pernah ia rangkai:

Aku senantiasa teringat Laila yang berada di seberang negeri Samawah
Duhai, apa urusan Laila bintu Al Judi dengan diriku?
Hatiku senantiasa diselimuti oleh bayang-bayang sang wanita
Paras wajahnya slalu membayangi mataku dan menghuni batinku.
Duhai, kapankah aku dapat berjumpa dengannya,
Semoga bersama kafilah haji, ia datang dan akupun bertemu.

Karena begitu sering ia menyebut nama Laila, sampai-sampai Khalifah Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu merasa iba kepadanya. Sehingga tatkala beliau mengutus pasukan perang untuk menundukkan negeri Syam, ia berpesan kepada panglima perangnya: bila Laila bintu Al Judi termasuk salah satu tawanan perangmu (sehingga menjadi budak), maka berikanlah kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu. Dan subhanallah, taqdir Allah setelah kaum muslimin berhasil menguasai negeri Syam, didapatkan Laila termasuk salah satu tawanan perang. Maka impian Abdurrahmanpun segera terwujud. Mematuhi pesan Khalifah Umar radhiallahu ‘anhu, maka Laila yang telah menjadi tawanan perangpun segera diberikan kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu.

Anda bisa bayangkan, betapa girangnya Abdurrahman, pucuk cinta ulam tiba, impiannya benar-benar kesampaian. Begitu cintanya Abdurrahman radhiallahu ‘anhu kepada Laila, sampai-sampai ia melupakan istri-istrinya yang lain. Merasa tidak mendapatkan perlakuan yang sewajarnya, maka istri-istrinya yang lainpun mengadukan perilaku Abdurrahman kepada ‘Aisyah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan saudari kandungnya.

Menyikapi teguran saudarinya, Abdurrahman berkata: “Tidakkah engkau saksikan betapa indah giginya, yang bagaikan biji delima?”

Akan tetapi tidak begitu lama Laila mengobati asmara Abdurrahman, ia ditimpa penyakit yang menyebabkan bibirnya “memble” (jatuh, sehingga giginya selalu nampak). Sejak itulah, cinta Abdurrahman luntur dan bahkan sirna. Bila dahulu ia sampai melupakan istri-istrinya yang lain, maka sekarang iapun bersikap ekstrim. Abdurrahman tidak lagi sudi memandang Laila dan selalu bersikap kasar kepadanya. Tak kuasa menerima perlakuan ini, Lailapun mengadukan sikap suaminya ini kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Mendapat pengaduan Laila ini, maka ‘Aisyahpun segera menegur saudaranya dengan berkata:

يا عبد الرحمن لقد أحببت ليلى وأفرطت، وأبغضتها فأفرطت، فإما أن تنصفها، وإما أن تجهزها إلى أهلها، فجهزها إلى أهلها.

“Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya. Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh Damaskus oleh Ibnu ‘Asakir 35/34 & Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi 16/559)

Bagaimana saudaraku! Anda ingin merasakan betapa pahitnya nasib yang dialami oleh Laila bintu Al Judi? Ataukah anda mengimpikan nasib serupa dengan yang dialami oleh Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu?(1)

Tidak heran bila nenek moyang anda telah mewanti-wanti anda agar senantiasa waspada dari kenyataan ini. Mereka mengungkapkan fakta ini dalam ungkapan yang cukup unik: Rumput tetangga terlihat lebih hijau dibanding rumput sendiri.

Anda penasaran ingin tahu, mengapa kenyataan ini bisa terjadi?

Temukan rahasianya pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ. رواه الترمذي وغيره

“Wanita itu adalah aurat (harus ditutupi), bila ia ia keluar dari rumahnya, maka setan akan mengesankannya begitu cantik (di mata lelaki yang bukan mahramnya).” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)

Orang-orang Arab mengungkapkan fenomena ini dengan berkata:

كُلُّ مَمْنُوعٍ مَرْغُوبٌ

Setiap yang terlarang itu menarik (memikat).

Dahulu, tatkala hubungan antara anda dengannya terlarang dalam agama, maka setan berusaha sekuat tenaga untuk mengaburkan pandangan dan akal sehat anda, sehingga anda hanyut oleh badai asmara. Karena anda hanyut dalam badai asmara haram, maka mata anda menjadi buta dan telinga anda menjadi tuli, sehingga andapun bersemboyan: Cinta itu buta. Dalam pepatah arab dinyatakan:

حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمِي وَيُصِمُّ

Cintamu kepada sesuatu, menjadikanmu buta dan tuli.

Akan tetapi setelah hubungan antara anda berdua telah halal, maka spontan setan menyibak tabirnya, dan berbalik arah. Setan tidak lagi membentangkan tabir di mata anda, setan malah berusaha membendung badai asmara yang telah menggelora dalam jiwa anda. Saat itulah, anda mulai menemukan jati diri pasangan anda seperti apa adanya. Saat itu anda mulai menyadari bahwa hubungan dengan pasangan anda tidak hanya sebatas urusan paras wajah, kedudukan sosial, harta benda. Anda mulai menyadari bahwa hubungan suami-istri ternyata lebih luas dari sekedar paras wajah atau kedudukan dan harta kekayaan. Terlebih lagi, setan telah berbalik arah, dan berusaha sekuat tenaga untuk memisahkan antara anda berdua dengan perceraian:

فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ. البقرة 102

“Maka mereka mempelajari dari Harut dan Marut (nama dua setan) itu apa yang dengannya mereka dapat menceraikan (memisahkan) antara seorang (suami) dari istrinya.” (Qs. Al Baqarah: 102)

Mungkin anda bertanya, lalu bagaimana saya harus bersikap?

Bersikaplah sewajarnya dan senantiasa gunakan nalar sehat dan hati nurani anda. Dengan demikian, tabir asmara tidak menjadikan pandangan anda kabur dan anda tidak mudah hanyut oleh bualan dusta dan janji-janji palsu.





Mungkin anda kembali bertanya: Bila demikian adanya, siapakah yang sebenarnya layak untuk mendapatkan cinta suci saya? Kepada siapakah saya harus menambatkan tali cinta saya?

Simaklah jawabannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. متفق عليه

“Biasanya, seorang wanita itu dinikahi karena empat alasan: karena harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya dan karena agamanya. Hendaknya engkau menikahi wanita yang taat beragama, niscaya engkau akan bahagia dan beruntung.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dan pada hadits lain beliau bersabda:

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. رواه الترمذي وغيره.

“Bila ada seorang yang agama dan akhlaqnya telah engkau sukai, datang kepadamu melamar, maka terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi.” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)

Cinta yang tumbuh karena iman, amal sholeh, dan akhlaq yang mulia, akan senantiasa bersemi. Tidak akan lekang karena sinar matahari, dan tidak pula luntur karena hujan, dan tidak akan putus walaupun ajal telah menjemput.

الأَخِلاَّء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ. الزخرف 67

“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. Az Zukhruf: 67)

Saudaraku! Cintailah kekasihmu karena iman, amal sholeh serta akhlaqnya, agar cintamu abadi. Tidakkah anda mendambakan cinta yang senantiasa menghiasi dirimu walaupun anda telah masuk ke dalam alam kubur dan kelak dibangkitkan di hari kiamat? Tidakkah anda mengharapkan agar kekasihmu senantiasa setia dan mencintaimu walaupun engkau telah tua renta dan bahkan telah menghuni liang lahat?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه

“Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran api.” (Muttafaqun ‘alaih)

Saudaraku! hanya cinta yang bersemi karena iman dan akhlaq yang mulialah yang suci dan sejati. Cinta ini akan abadi, tak lekang diterpa angin atau sinar matahari, dan tidak pula luntur karena guyuran air hujan.

Yahya bin Mu’az berkata: “Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.” Yang demikian itu karena cinta anda tumbuh bersemi karena adanya iman, amal sholeh dan akhlaq mulia, sehingga bila iman orang yang anda cintai tidak bertambah, maka cinta andapun tidak akan bertambah. Dan sebaliknya, bila iman orang yang anda cintai berkurang, maka cinta andapun turut berkurang. Anda cinta kepadanya bukan karena materi, pangkat kedudukan atau wajah yang rupawan, akan tetapi karena ia beriman dan berakhlaq mulia. Inilah cinta suci yang abadi saudaraku.

Saudaraku! setelah anda membaca tulisan sederhana ini, perkenankan saya bertanya: Benarkah cinta anda suci? Benarkah cinta anda adalah cinta sejati? Buktikan saudaraku…

Wallahu a’alam bisshowab, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan atau menyinggung perasaan.

Footnote:

1) Saudaraku, setelah membaca kisah cinta sahabat Abdurrahman bin Abi Bakar ini, saya harap anda tidak berkomentar atau berkata-kata buruk tentang sahabat Abdurrahman bin Abi Bakar. Karena dia adalah salah seorang sahabat nabi, sehingga memiliki kehormatan yang harus anda jaga. Adapun kesalahan dan kekhilafan yang terjadi, maka itu adalah hal yang biasa, karena dia juga manusia biasa, bisa salah dan bisa khilaf. Amal kebajikan para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam begitu banyak sehingga akan menutupi kekhilafannya. Jangan sampai anda merasa bahwa diri anda lebih baik dari seseorang apalagi sampai menyebabkan anda mencemoohnya karena kekhilafan yang ia lakukan. Disebutkan pada salah satu atsar (ucapan seorang ulama' terdahulu):

مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ مَنْ عَابَهُ بِهِ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ

"Barang siapa mencela saudaranya karena suatu dosa yang ia lakukan, tidaklah ia mati hingga terjerumus ke dalam dosa yang sama."

2) Tentang Harut dan Marut bukankah itu adalah nama malaikat ? Maka saya perlu untuk meluruskan penafsiran hal ini.

Benar, ada sebagian ulama' beanggapan bahwa dua nama ini adalah nama kedua malaikat yang diturunkan ke bumi untuk diuji.

Kronologinya: Dahulu para Malaikat memperolok-olok dan merasa keheranan dengan tingkah laku umat manusia. Maka Allahpun membuktikan bahwa ulah manusia itu tidak ada yang perlu diherankan, sebab mereka hidup dibekali dengan hawa nafsu. Dan untuk semamkin membuktikan akan hal itu, maka Allah meminta agar para malaikat memilih dua orang dari mereka yang hendak diuji dengan diberi hawa nafsu. Maka merekapun memilih Harut dan Marut, doa malaikat yang paling rajin dan paling bertaqwa. Akan tetapi tatkala keduanya telah diberi hawa nafsu, dan diturunkan di muka bumi, maka keduanya membuat kerusakan seperti yang dilakukan oleh manusia.

Saudaraku! Perlu diketahui bahwa kisah ini tidak benar adanya, karena alasan berikut:

1- Kisah ini bersumber dari bani israil (israiliyat) sehingga tidak layak (dijadikan dalil). Setelah Ibnu Katsir merinci berbagai riwayat yang menjadi dasar anggapan ini, beliau menyimpulkan: "Dari ini semua, terbukti bahwa kisah ini bersumber dari penuturan Ka'ab Al Ahbar, yang pada gilirannya ia menukilkannya dari kitab-kitab Bani Israil.". (Tafsir Ibnu Katsir 1/355)

Pada kesempatan lain, beliau berkata : "Singkat kata, perincian cerita itu bersumberkan dari dongeng-dongeng Bani Israil, karena tidak pernah ada satupun hadits shahih dari Nabi Muhammad, yang memiliki sifat ma'shum (terlindung dari kesalahan) dan yang tidak berkata-kata atas dasar hawa nafsunya.' (Tafsir Ibnu Katsir 1/360)

2- Malaikat adalah makhluq Allah yang taat dan patuh kepada Allah Ta'ala, sehingga tidak mungkin dan tidak masuk di akal bila ada oknum dari mereka yang mengajarkan ilmu sihir kepada manusia. Padahal kita semua tahu, bahwa ilmu sihir adalah kekufuran. Sehingga penafsiran ini nyata-nyata bertentangan dengan firman Allah Ta'ala pada surat Al A'araf 206, & Al Anbiya' 26-27. Terlebih-lebih menurut kisah-kisah Israiliyat yang ada, kedua malaikat yang diturunkan ke bumi itu ternyata adalah malaikat Jibril dan Mikail. Tentu ini adalah suatu hal aneh dan tidak dapat diterima nalar sehat.

Oleh karena itu, Ibnu Katsir dan juga lainnya menegaskan bahwa penafsiran yang benar dalam hal ini, Harut dan Marut adalah nama dua orang yang tinggal di negri Babil (Iraq). Keduanya mengajarkan sihir kepada masyarakat kala itu. Setelah usai menjelaskan maka ini, Ibnu Katsir berkata : "Inilah pernafsiran yang paling tepat dan benar, karenanya tidak perlu merisaukan pendapat-pendapat lainnya." (tafsir Ibnu Katsir 1/351) Wallahu Ta'ala a'alam

***

Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Dipublikasi ulang dari www.pengusahamuslim.com
http://www.pengusahamuslim.com/belajar-islam/manajemen-qolbu/794-benarkah-cintamu-cinta-sejati.html


Sebuah Cerita Berjuta Makna

Tuesday 7 December 2010

Hiburan untuk Saudaraku yang sedang Sakit




Saudaraku yang sedang sakit,

Semoga Allah menyembuhkan Anda dan menjadikan Anda sebagai kekasihNya, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga Allah melimpahkan nikmatNya kepada Anda baik secara lahir maupun batin. Semoga pula Anda termasuk golongan yang apabila mendapatkan kenikmatan bersyukur, apabila mendapat ujian bersabar, dan jika melakukan dosa segera beristighfar. Selanjutnya, manusia tidak akan terlepas dari dua keadaan:

1. Nikmat dari Allah yang tidak terhitung banyaknya yang harus dipertahankan dengan bersyukur.
2. Ujian-ujian dari Allah Subhannahu wa Ta'ala, seperti sakit, rasa takut lapar dan sebagainya. Dalam hal ini yang harus dilakukan adalah bersabar.

Sabar adalah menahan diri dari rasa kesal terhadap takdir, menahan lisan dari mengeluh kepada sesama makhluk yang lemah, dan menahan anggota badan dari perbuatan maksiat, seperti menampar pipi, merobek-robek pakaian dan sebagainya.

1. Kewajiban Bersabar
 Setiap muslim wajib bersabar ketika tertimpa suatu musibah. Namun tidak mengapa bagi si sakit memberitahukan sakitnya tanpa mengeluhkannya kepada sesama makhluk. Lalu hendaknya ia mengatakan: "Ini telah ditakdirkan oleh Allah, dan Allah melakukan apa yang dikehendakiNya. Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan.

"Katakanlah: 'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditentukan oleh Allah bagi kami'." (At-Taubah: 51).

KeutamaanBersabar

Banyak ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang memerintah-kan bersabar serta menerangkan keutamaan dan pahalanya.

Firman Allah, artinya: "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, 'sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNya-lah kami kembali', mereka itulah yang mendapat kesabaran yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 155-157).

"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (Az-Zumar: 10).

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :

"Dan barangsiapa berusaha sabar, Allah akan menjadikannya bersabar, dan tidak ada seorang pun yang mendapatkan karunia (dari Allah) yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran." (Muttafaq 'Alaih).

"Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin itu, semua urusan-nya baik baginya dan hal ini tidak dimiliki siapa pun kecuali orang mukmin, jika dia mendapatkan kebahagiaan bersyukur dan itu baik baginya, dan jika dia tertimpa musibah bersabar dan itu baik baginya". (HR. Muslim).

"Tidaklah rasa lelah, sakit, kegelisahan, kesedihan, gangguan dan duka yang menimpa seorang muslim hingga duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan dosa-dosanya karena hal-hal tersebut." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

"Apabila Allah menghendaki kebaikan pada seorang hambaNya Dia menyegerakan hukuman baginya di dunia, dan apabila Allah menghendaki keburukan pada seorang hambaNya maka Dia menangguhkan dosanya sampai Dia penuhi balasannya nanti di hari Kiamat." (HR. At-Tirmidzi dan di-hasan-kannya).

"Sungguh besarnya pahala setimpal dengan besarnya cobaan-cobaan; dan sungguh Allah Ta'ala apabila mencintai suatu kaum diujiNya mereka dengan cobaan. Untuk itu, barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan dari Allah, sedang barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan dari Allah." (HR. At-Tirmidzi dan meng-hasan-kannya).

"Senantiasa cobaan menimpa seorang mukmin baik pada dirinya, anaknya ataupun hartanya sehingga dia memjumpai Allah dalam keadaan bersih dari dosa."

2.Anjuran Berobat
Orang yang sakit dianjurkan untuk berobat dengan cara dan obat-obatan yang dibolehkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit kecuali menurunkan pula penangkal (obatnya), maka berobatlah kalian." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Hibban dan men-shahih-kannya).

Tidak dibenarkan berobat dengan cara dan sesuatu yang haram, seperti berobat kepada dukun, atau berobat dengan arak, darah, ular, daging monyet ataupun hal-hal lain yang diharamkan dalam Islam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu pada apa-apa yang diharamkan atasmu." (HR. Ath-Thabrani dengan sanad shahih).

"Barangsiapa mendatangi seorang dukun dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam." (HR. Abu Dawud).

3.Do'a-do'a Untuk Orang Sakit
Allah Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan hamba-hambaNya senantiasa ber-do'a. Firman Allah:"Dan Tuhanmu berfirman:
"Berdo'alah kepadaKu, niscaya akan Kuper-kenankan." (Al-Mukmin: 60).
"Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku ." (Asy- Syu'ara: 80).

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya meletakkan tangannya pada tubuh orang yang sakit seraya berdo'a:
"Ya Allah Tuhan segenap manusia, hilangkanlah sakit dan sembuhkan-lah, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tiada kesembuhan kecuali dengan penyembuhanMu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit." (Muttafaq 'Alaih).

Beliau juga mengajarkan kepada sahabatnya yang sakit untuk berdo'a, seraya bersabda:
"Letakkan tanganmu pada bagian tubuhmu yang sakit dan ucapkan: 'Bismillah' Tiga kali, kemudian ucapkan 'A'udzu bi 'izzatillahi wa qudratihi min syarri ma ajidu wa uhadzir'u (Aku berlindung kepada keagungan dan kekuasaan Allah dari keburukan yang aku dapati dan aku takutkan) sebanyak tujuh kali." (HR. Muslim).

Sahabat tersebut berkata: "Maka aku lakukan (nasihat beliau) dan Allah pun menghilangkan penyakit yang selama ini aku derita".

4.Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Orang Sakit
Seorang muslim yang sedang sakit hendaknya bersangka baik kepada Allah, bahwa Allah akan mengasihinya dan tidak menyiksanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:"Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah." (HR. Muslim).

1. Berada antara takut dan penuh harap, takut pada siksa Allah dan berharap pada keluasan rahmatNya, Rasulullah bersabda:"Tidaklah menyatu (rasa takut dan harapan) dalam hati seorang hamba pada saat seperti ini (sakit) kecuali Allah mengabulkan harapannya dan memberikan kepadanya rasa aman dari apa yang ditakutkannya." (HR. At-Tirmidzi dengan sanad hasan).
 2. Tidak mengharapkan kematian meskipun penyakitnya sangat parah. Namun kalau terpaksa hendaknya berdo'a: "Ya Allah, hidupkanlah aku selama kehidupan lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku jika kematian lebih baik bagiku. Jadikanlah kehidupan sebagai penambah segala kebaikan bagiku dan kematian sebagai istirahatku dari segala keburuk-an." (Hadits Anas bin Malik-HR. Al-Bukhari dan Muslim).
 3. Jika ada hak-hak orang lain yang menjadi tang-gungannya, baik berupa hutang, amanat atau lainnya hendak-nya bergegas mengembalikan atau menunaikannya.
 4. Dibenarkan untuk mewasiatkan sebagian hartanya untuk hal-hal yang baik, dan tidak dibenarkan lebih dari sepertiga. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang wasiat: "Sepertiga, dan sepertiga itu jumlah yang besar." (Muttafaq 'Alaih).
 5. Wasiat yang dibuat tidak boleh bersifat merugikan, seperti berwasiat tidak memberikan harta peninggalannya kepada sebagian ahli warisnya, atau mewasiatkan sebagian hartanya kepada salah seorang ahli waris, karena tidak dibenarkan mewasiatkan harta kepada ahli waris, sebab masing-masing dari mereka telah mendapat bagian waris sebagaimana yang ditentukan syari'at.
 6. Hendaknya orang yang sakit selalu menjaga shalat, menghindarkan diri dari apa-apa yang najis dan bersabar dalam beratnya melakukan hal tersebut.
 7. Wajib bagi setiap muslim, terutama yang sedang sakit untuk bertobat kepada Allah dari segala dosa.
 8. Hendaknya memperbanyak membaca Al-Qur'an,dzikrullah, do'a, istighfar, bertasbih dan bertahlil.

5.Keutamaan Menjenguk Orang Sakit
Mengunjungi orang sakit merupakan perbuatan mulia, di dalamnya terdapat keutamaan yang sangat agung, pahala yang sangat besar dan ia adalah salah satu hak setiap muslim terhadap muslim lainnya. (HR. Muslim).

Rasulullah bersabda:
"Apabila seorang laki-laki menjenguk saudara muslimnya (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Sorga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo'akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo'akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba." (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).

Mengunjungi dan membesuk orang sakit merupakan kewajiban setiap muslim, utamanya orang yang sangat jelas hubungannya dengan dirinya, seperti kerabat dekat, tetangga, saudara senasab, sahabat dan yang semisalnya. Menjenguk orang sakit adalah di antara amal shalih yang paling utama yang dapat mendekatkan kita kepada Allah, kepada ampunan, rahmat dan SorgaNya.

Terakhir, hendaknya yang membesuk mendo'akan si sakit:

"Tidak mengapa, semoga sakitmu ini membersihkanmu dari dosa-dosa, Insya Allah." (HR. Al-Bukhari)

Semoga Allah memberi kesehatan kepada Anda dan kita semua. (Abu Bakar).

Al-Hadiqatul Yani'ah minal 'Ulumin Nafi'ah Syaikh Ibrahim bin Jarullah Al-Jarullah.


"Hikmah Dibalik Musibah Sakit"

Pendahuluan

Orang yang sedang ditimpa penyakit tidak perlu dicekam rasa takut selama ia mentauhidkan Allah dan menjaga shalatnya. Bahkan, meskipun di masa sehatnya ia banyak berkubang dalam dosa dan maksiat, karena Allah itu Maha Penerima taubat sebelum ruh seorang hamba sampai di kerongkongan. Dan sesungguhnya di balik sakit itu terdapat hikmah dan pelajaran bagi siapa saja yang mau memikirkan-nya, di antaranya adalah:

1. Mendidik dan menyucikan jiwa dari keburukan.Allah Ta'ala berfirman, artinya, “Apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS asy Syura: 30)

Dalam ayat ini terdapat kabar gembira sekaligus ancaman jika kita mengetahui bahwa musibah yang kita alami adalah merupakan hukuman atas dosa-dosa kita. Imam al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: ”Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hinggga duri yang menusuknya melain-kan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.”

Dalam hadits lain beliau bersabda: “Cobaan senantiasa akan menimpa seorang mukmin, keluarga, harta dan anaknya hingga dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa.” Sebagian ulama salaf berkata, “Kalau bukan karena musibah-musibah yang kita alami di dunia, niscaya kita akan datang di hari kiamat dalam keadaan pailit.”

2. Mendapatkan kebahagiaan (pahala) tak terhingga di akhirat.Itu merupakan balasan dari sakit yang diderita sewaktu di dunia, sebab kegetiran hidup yang dirasakan seorang hamba ketika di dunia akan berubah menjadi kenikmatan di akhirat dan sebaliknya.
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, ”Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.”
Dan dalam hadits lain disebutkan, ”Kematian adalah hiburan bagi orang beriman.” (HR .Ibnu Abi ad Dunya dengan sanad hasan).
At Tirmidzi meriwayatkan dari Jabir secara marfu’, ”Manusia pada hari kiamat menginginkan kulitnya dicabik-cabik ketika di dunia karena iri melihat pahala orang-orang yang tertimpa cobaan.”

3. Allah dekat dengan orang sakit.Dalam hadits qudsi Allah berfirman: ”Wahai manusia, si fulan hamba-Ku sakit dan engkau tidak membesuknya. Ingatlah seandainya engkau membesuknya niscaya engkau mendapati-Ku di sisinya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah)

4. Sebagai parameter kesabaran seorang hamba.Sebagaimana dituturkan, bahwa kalau seandainya tidak ada ujian maka tidak akan tampak keutamaan sabar. Apabila ada kesabaran maka akan muncul segala macam kebaikan yang menyertainya, namun jika tidak ada kesabaran maka akan lenyap pula kebaikan itu.

Anas Radhiallaahu anhu meriwayatkan sebuah hadits secara marfu’, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Barang siapa yang ridha atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah dan barang siapa yang berkeluh kesah (marah) maka ia akan mendapat murka Allah.”

Apabila seorang hamba bersabar dan imannya tetap tegar maka akan ditulis namanya dalam daftar orang-orang yang sabar. Apabila kesabaran itu memunculkan sikap ridha maka ia akan ditulis dalam daftar orang-orang yang ridha. Dan jikalau memunculkan pujian dan syukur kepada Allah maka dia akan ditulis namanya bersama-sama orang yang bersyukur. Jika Allah mengaruniai sikap sabar dan syukur kepada seorang hamba maka setiap ketetapan Allah yang berlaku padanya akan menjadi baik semuanya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, “Sungguh menakjubkan kondisi seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Jika memperoleh kelapangan lalu ia bersyukur maka itu adalah baik baginya. Dan jika ditimpa kesempitan lalu ia bersabar maka itupun baik baginya (juga).”

5. Dapat memurnikan tauhid dan menautkan hati kepada Allah.Wahab bin Munabbih berkata, “Allah menurunkan cobaan supaya hamba memanjatkan do’a dengan sebab bala’ itu.” Dalam surat Fushilat ayat 51 Allah berfirman, artinya, “Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdo’a.”

Musibah dapat menyebabkan seorang hamba berdoa dengan sungguh-sungguh, tawakkal dan ikhlas dalam memohon. Dengan kembali kepada Allah (inabah) seorang hamba akan merasakan manisnya iman, yang lebih nikmat dari lenyapnya penyakit yang diderita. Apabila seseorang ditimpa musibah baik berupa kefakiran, penyakit dan lainnya maka hendaknya hanya berdo’a dan memohon pertolongan kepada Allah saja sebagiamana dilakukan oleh Nabi Ayyub 'Alaihis Salam yang berdoa, “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Rabbnya, ”(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. (QS. Al Anbiyaa :83)

6. Memunculkan berbagai macam ibadah yang menyertainya.Di antara ibadah yang muncul adalah ibadah hati berupa khasyyah (rasa takut) kepada Allah. Berapa banyak musibah yang menyebabkan seorang hamba menjadi istiqamah dalam agamanya, berlari mendekat kepada Allah menjauhkan diri dari kesesatan. Amat banyak hamba yang setelah di timpa sakit ia mau memulai bertanya persoalan agamanya, mulai mengerjakan shalat dan berbuat kebaikan, yang kesemua itu tak pernah ia lakukan sebelum menderita sakit. Maka sakit yang dapat memunculkan ketaatan-ketaatan pada hakekatnya merupakan kenikmatan baginya.

7. Dapat mengikis sikap sombong, ujub dan besar kepala.Jika seorang hamba kondisinya serba baik dan tak pernah ditimpa musibah maka biasanya ia akan bertindak melampaui batas, lupa awal kejadiannya dan lupa tujuan akhir dari kehidupannya. Akan tetapi ketika ia ditimpa sakit, mengeluarkan berbagai kotoran, bau tak sedap,dahak dan terpaksa harus lapar, kesakitan bahkan mati, maka ia tak mampu memberi manfaat dan menolak bahaya dari dirinya. Dia tak akan mampu menguasai kematian, terkadang ia ingin mengetahui sesuatu tetapi tak kuasa, ingin mengingat sesuatu namun tetap saja lupa. Tak ada yang dapat ia lakukan untuk dirinya, demikian pula orang lain tak mampu berbuat apa-apa untuk menolongnya. Maka apakah pantas baginya menyombongkan diri di hadapan Allah dan sesama manusia?

8. Memperkuat harapan (raja’) kepada Allah.Harapan atau raja’ merupakan ibadah yang sangat utama, karena menyebabkan seorang hamba hatinya tertambat kepada Allah dengan kuat. Apalagi pada penderita sakit yang telah sekian lama berobat kesana kemari namun tak kunjung sembuh. Maka dalam kondisi seperti ini satu-satunya yang jadi tumpuan harapan hanyalah Allah semata, sehingga ia mengadu: “Ya Allah tak ada lagi harapan untuk sembuhnya penyakit ini kecuali hanya kepada-Mu.” Dan banyak terbukti ketika seseorang dalam keadaan kritis, ketika para dokter sudah angkat tangan namun dengan permohonan yang sungguh-sungguh kepada Allah ia dapat sembuh dan sehat kembali. Dan ibadah raja’ ini tak akan bisa terwujud dengan utuh dan sempurna jika seseorang tidak dalam keadaan kritis.

9. Merupakan indikasi bahwa Allah menghendaki kebaikan.Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’ bahwa Rasulullah n bersabda, ”Barang siapa yang dikehen-daki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR al Bukhari). Seorang mukmin meskipun hidupnya sarat dengan ujian dan musibah namun hati dan jiwanya tetap sehat.

10. Allah tetap menulis pahala kebaikan yang biasa dilakukan oleh orang yang sakit.Meskipun ia tidak lagi dapat melakukannya atau dapat melakukan namun tidak dengan sem-purna. Hal ini dikarenakan seandainya ia tidak terhalang sakit tentu ia akan tetap melakukan kebajikan tersebut, maka sakinya tidaklah menghalangi pahala meskipun menghalanginya untuk melakukan amalan. Hal ini akan terus berlanjut selagi dia (orang yang sakit) masih dalam niat atau janji untuk terus melakukan kebaikan tersebut. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Abdullah bin Amr dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam, ”Tidak seorangpun yang ditimpa bala pada jasadnya melainkan Allah memerintah-kan kepada para malaikat untuk menjaganya",
Allah berfirman kepada malaikat itu, “Tulislah untuk hambaKu siang dan malam amal shaleh yang (biasa) ia kerjakan selama ia masih dalam perjanjian denganKu.”

11. Sakit dapat menghantarkan ke manzilah (kedudukan) tertentu di Surga.Terkadang seorang hamba memiliki manzilah di Surga, akan tetapi amalnya tidak dapat mengantarkannya ke sana maka Allah menimpakan kepadanya berbagai ujian secara bertubi-tubi sehingga sampailah ia kepada manzilah tadi, sebagaimana dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Hibban dari Abu Hurairah.

12. Dengan sakit akan diketahui besarnya makna sehat.Jika seseorang selalu dalam keadaan sehat maka ia tidak akan mengetahui derita orang yang tertimpa cobaan dan kesusahan, dan ia tidak akan tahu pula besarnya nikmat yang ia peroleh. Maka ketika seorang hamba sakit, ia ingin agar bisa segera pulih sebagaimana kondisi semula ketika sehat, sebab setelah sakit itulah ia akan tahu apa artinya sehat.

Hendaknya seorang hamba bersabar dan memuji Allah ketika tertimpa musibah, sebab walaupun ia sedang sakit maka tentu masih ada orang lain yang lebih parah, dan jika tertimpa kefakiran maka pasti ada yang lebih fakir lagi. Hendaknya ia melihat sakit yang diderita dengan nikmat yang telah diterima dan dengan memikirkan faedah dan manfaat dari sakitnya. Dalam urusan agama seseorang harus memandang yang diatasnya agar tidak merasa bahwa dirinyalah orang yang terbaik, sedang dalam urusan dunia ia harus memandang orang yang ada di bawahnya agar menimbulkan rasa syukur dan melahirkan pujian kepada Allah.

13. Bagi seorang hamba (muslim) sakit merupakan rahmat bukan siksa.Firman Allah, artinya. “Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Menge-tahui.” (QS. an Nisaa:147)

Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengenal Allah dan hikmahNya, meskipun demikian Allah tetap menyayanginya karena itu semua disebabkan ketidak tahuan, kelemahan dan kekurangannya.

Sumber:
(Dari nasyrah Darul Wathan, Min fawaidil maradh. Subakir Ahmad)

Dikutip dari : http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150098929870016

Sebuah Cerita Berjuta Makna

Categories

islam (20) Hobby (10) Allah (9) do'a (9) wanita (9) Hypnosis (7) surga (7) Tugas Database (6) Tugas Kuliah (6) ibadah (6) kafir (6) muslim (6) neraka (6) sholat (6) cinta (5) tahun baru (4) tutorial (4) agama (3) dosa (3) freebsd (3) hukum (3) jilbab (3) pria (3) Al-Qur'an (2) Computer (2) Dream Journal (2) baik (2) csc (2) dakwah (2) guacamole (2) hamba Allah (2) komputer (2) linux (2) malu (2) nabi (2) perayaan (2) rdp (2) remote desktop (2) sesat (2) ssh (2) syaitan (2) telnet (2) unix (2) virtualbox (2) vmware (2) vnc (2) yahudi (2) Apache (1) Computer Student Club (1) HAProxy (1) Layer 7 (1) Load Balance (1) Nginx (1) PNJ (1) Politeknik Negeri Jakarta (1) SSL (1) Tips (1) Webserver (1) adzan (1) artikel islami (1) asterisk (1) aurat (1) belajar (1) debian (1) freebsd 9.3 (1) gelombang otak (1) gnuradio (1) hati (1) hijab (1) ikhlas (1) install freebsd (1) internet (1) jujur (1) kemuliaan (1) khusyuk (1) merayakan (1) muharam (1) musik (1) openbts (1) puasa (1) rahmat (1) rasa (1) rasul (1) realita kehidupan (1) remaja (1) sains (1) sakit (1) salam (1) smqueue (1) ucapan (1) wudhu (1) yate (1)

Share it !!!

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger